Tuesday, June 13, 2017
0


     A.    Pengertian Organisasi Bisnis Islam
Organisasi (Yunani: pyavov, organon – alat) adalah suatu kelompok dalam suatu wadah untuk tujuan bersama. Organisasi pada dasarnya digunakan sebagai tempat atau wadah bagi orang-orang untuk berkumpul, bekerja sama secara rasional dan sistematis, terencana, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya (uang, material, mesin, metode, lingkungan), sarana prasarana, data, dan lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Stoner, organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang dibawah pengarahan atasan mengejar tujuan bersama. James D. Mooney berpendapat bahwa organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama. Ada lagi pendapat menurut Chester I. Bernard, menurutnya organisasi adalah suatu sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.[1]
Bisnis secara etimologi memiliki arti keadaan dimana seseorang atau sekelompok orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Kata bisnis memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya. Penggunaan singular kata bisnis dapat merujuk pada badan usaha, yaitu kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atas keuntungan.[2]
Dapat disimpulkan bahwa pengertian organisasi bisni ialah perserikatan manusia (dua orang atau lebih) untuk mencapai tujuan bersama dalam bisnis (memperoleh profit). Pembahasan paling pokok disini adalah bisnis dalam skup badan usaha.
Dalam istilah Islam, organisasi bisnis sering disebut syirkah (kerja sama). Merujuk pada UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menunjukkan bahwa bisnis sama dengan sistem syariah telah diakui secara legal di Indonesia.  Sistem yang diaturnya adalah syirkah[3] dan mudharabah.
Dapat pemateri simpulkan bahwa organisasi bisnis dalam Islam yakni, organisasi bisnis yang menggunakan prinsip-prinsip Islam dalam melakukan transaksi bisnis. Misalnya, dalam kerja sama antara dua orang menggunakan prinsip musyarakah (syirkah). Di bank syariah menerapkan mudharabah sebagai prinsip bagi hasil.
.
     B.     Syirkah
1.      Pengertian Syirkah
Musyarakah adalah kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana  atau keterampilan usaha dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.[4]
Yusuf Musa memberikan definisi tentang syirkah, bahwa syirkah (Patrnership) ialah kontak yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih orang yang meluncurkan perdagangan untuk mendapatkan sebuah keuntungan. Yusuf Musa juga memberi elaborasi bahwa dalam masalah syirkah (Patnership), harus ada dua pihak atau lebih yang ikut berpartisispasi dalam syirkah tersebut. Jika hanya ada satu orang, sebagai pemilik modal, dimana ada manager yang bertindak sebagai pekerja dan bukan patner dalm kontrak itu maka demikian itu tidak bisa untuk disebut sebagai bentuk syirkah (Patnership).[5]
Bentuk syirkah (kerja sama, patnership, joint-venture) dalam bisnsis ini diperboehkan dan sangat dianjurkan. Tidak ada batasan dalam hal kerja sama. Kerja sama dapat dilakukan dalam bentuk perusahaan, firma, koperasi, PT, CV, dan bahakn pada level joint-venture internasional. Namun demikian izin melakukan patnershiip tidak dengan cara absolut dan tanpa ada kualifikasi apapun. Hendaknya syirkah dilakukan dalam batasan moral dan konstrain legalitas yang formal. Misalnya, bentuk dan sii kontrak serta model eksekusi patnership dilakokan sesuai dnegan norma-norma etika yang diajarkan oleh Al-quran dan sunnah.[6]
2.      Pembagian syirkah secara umum
Secara umum, syirkah dibedakan menjadi dua yakni syirkah amwal dan syirkah abdan. Adapun sisi lain, syirkah juga dibedakan menjadi dua, yakni syirkah amlak (kepemilikan), dan syirkah uqud (akad).[7]
Syirkah amwal adalah dua syarik atau lebih memiliki harta bersama melalui usaha tertentu atau tanpa melalui usaha tertentu. Oleh karena itu syirkah amwal dibagi lagi menjadi dua bentuk[8], yakni:
a.       Syirkah amwal ikhtiari, yakni penyediaan dana oleh dua syarik atau lebih untuk dijadikan modal usaha
b.      Syirkah amwal ijbari, yakni kepemilikan bersama ahli waris atas harta warisan karena orangtua mereka meninggal dunia.
Sedangkan syirkah abdan adalah kerja sama antara dua syarik berupa keterampilan diantara sesama syarik, contohmya antara lain kerja sama para penjahit untuk mengerjakan proyek seragam sekolah.[9]
ulama Hanafiyah membagi syirkah uqud menjadi enam dengan perincian dua tahapan. Tahap satu, syirkah uqud dibedakan menjadi tiga[10], yakni:
a.       Syirkah amwal (kongsi harta)
b.      Syirkah abdan (kongsi kerja atau prestasi)
c.       Syirkah wujuh (kongsi kredibilitas)
Tahap dua, masing-masing syirkah tersebut terdiri atas syirkah mufawadhah dam syirkah ‘inan. Oleh karena itu, syirkah uqud pada tahap dua dibagi menjadi enam[11], yakni:
a.       Syirkah amwal mufawadhah, yakni penyertaan modal usaha dari masing-masing syarik dengan jumlah modal yang sama
b.      Syirkah amwal ‘inan, yakni penyertaan modal usaha dari masing-masing syarik dengan jumlah yang sama
c.       Syirkah abdan mufawadhah, yakni penyertaan keterampilan dari masing-masing syarik sebagai modal usaha dengan kualitas keterampilan yang sama
d.      Syirkah abdan ‘inan, yakni penyertaan keterampilan dari masing-masing syarik sebagai modal usaha dengan kualitas yang berbeda
e.       Syirkah wujuh mufawadhah, yakni penyertaan kredibilitas usaha atau nama baik atau reputasi dari masing-masing syarik sebagai modal usaha dengan kualitas kredibilitas yang sama
f.       Syirkah wujuh ‘inan, yakni penyertaan kredibilitas usaha atau nama baik atau reputasi dari masing-maasing syarik sebagai modal usaha dengan kualitas kredibilitas yang berbeda.
3.      Pengembangan syirkah kontemporer
Syirkah dikembangkan oleh ulama guna disesuaikan dengan perkembangan sistem bisnis kontemporer yang bersifat kreatif dan inovatif. Pengembangan syirkah anatara lain dikenalkannya gagasan yang aplikatif mengenai:
a.       Syirkah mutanaqishah
b.      Syirkah musahamah
c.       Syirkah tadhamun
d.      Syirkah taushiyah bashithah
e.       Syirkah taushiyah bi al-asham
f.       Syirkah muhasahah
g.      Syirkah dzat mas’uliah mahdudah
Pada bagian ini terlihat modifikasi akad musyarakah untuk disesuaikan dengan peradaban manusia serta peran bank pada usaha, yaitu pembayaran dan atau pembelian barang oleh nasabah dilakukan secar berangsur. [12]
Wahbah al-Zuhaili menjelaskan bahwa jenis-jenis akad syirkah kontemporer tidak dapat lepaskan dari jenis-jenis akad syirkah yang telah dikembangkan ulama sebelumnya. Menurut al-Zuhaili, syirkah amwal terjadi karena penyertaan modal usaha, syirkah abdan terjadi karena penyatuan keterampilan untuk memproses barang sehingga memiliki nilai tambah, dan syirkah wujuh trejadi karena kredibilitas bisnsi dua syarik atau lebih tanpa menyertakan modal.[13]
Selanjutnya, al-Zuhaili menghubungkan syirkah kontemporer dengan syirkah yang telah ada sebelumnya[14] sebagai berikut:
a.       Syirkah syakhsi (Badan usaha)
1)      Syirkah tadhamun
Yakni perkongsian antara dua pihak atau lebih denagn maksud melakukan kegiatan bisnis guna memperoleh keuntungan yang mana para syarik bertanggung jawab dan saling menjamin(tadhamun) terhadap semua kewajiban badan usaha yang tidak hanya terbatas pada jumlah modal yang disertakannya, tetapi bertanggung jawab terhadap keseluruhan harta badan usaha yang didasarkan pada akad syirkah.[15]
2)      Syirkah taushiyah basithah
Syirkah ini didefinisikan sebagai akad syirkah antara mutadhamin dan Mushi. Mutadhamin adalah pihal yang menyertakan modal usaha serta bertanggung jawab atas pengolahan badan usaha (pihak manajemen). Pihak mutadhamin lah yang merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan dan mengontrol badan usaha serta bertanggung jawab untuk menunaikan kewajiban-kewajiban badan usaha. Sedangkan mushi adalah pihak yang menyertakan harta untuk dijadikan modal badan usaha yang tidak bertanggung jawab atas manajemen badan usaha dan juga tidak dibebani kewajiban-kewajiban badan usaha.[16]
Al-Zuhaili menjelaskan bahwa hukum syirkah ini adalah boleh (ja’iz), karena syirkah ini berakar pada syirkah ‘inan dan syirkah mudharabah. Syirkah ini dianggap sebagai pengembangan dari syirkah ‘inan, masing-masing syarik menyediakan harta untuk dijadikan modal usaha, dan dbolehkan adanya syarat yang menetapkan bahwa modal syirkah ini dikelola hanya oleh salah satu pihak syarik dan yang bersangkutan wajib bertanggung jawab atas pengelolaan badan usaha. Pihak syarik yang mengelola badan usaha berhak mendapat keuntungan yang lebih besar (keuntungan yang agak lebih bisa disebut imbalan atau ujrah) dari badan usaha yang dikelolanya. Disamping itu, dibolehkan juga adanya syarat yang menetapkan bahwa hanya pihak syarik (mutadhamin) yang mengelola badan usaha yang bertanggung jawab untuk bertindak atas nama dan untuk badan usaha, sedangkan pihak mushi tidak boleh bertindak atas nama dan untuk badan usaha dab sekaligus tidak dapat diminta pertanggungjawaban atas kewajiban-kewajiban badan usaha. Selanjutnya syirkah taushiyah basithah dianggap sebagai pengembangan dari syirkah mudaharabah karena syarik (mushi) berkedudukan sebagai rabb al-mal (shahib al-mal) yang tidak bertanggung jawab atas pengelolaan usaha (badan usaha) yang tidak boleh ikut campur dalam pengelolaan badan usaha, dan tidak dibebani kewajiban-kewajiban badan usaha (seperti kewajiban membayar utang dan pajak). Adapin mutadhamin berkedudukan sebagai mudharib, yaitu pihak yang mengelola badan usaha yang didasarkan pada modal yang dimiliki oleh shahib al-mal. Apabila terjadi kerugian, pihak syarik mushi (shahib al-mal) yang harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut, sedangkan mutadhamin hanya rugi tenaga uang tidak boleh ditambah bebannya dengan kewajiban yang bersifat material (seperti kewajiban membaayar utang). Keuntungan yang dterima oleh mushi (shahib al-mal) dan mutadhamin (mudharib) sesuai dengan nisbah yang disepakati dalam akta perjanjian seperti dalam syirkah mudharabah.[17]   
3)      Syirkah muhashah
Tidak seperti akad syirkah lainnya yang menuntut dua pihak atau lebih untuk menyerakan modal yang berupa harta atau keterampilan untuk mendapatkan profit. Dalam syirkah muhashah tidka terdapat penyertaan harta untuk dijadkan modal bersama juga tidak terdapat nomenlaktur (judul kontrak) syirkah, oleh karena itu syirkah muhashah luput dari perhatian jumhur ulama, tidak dikenal oleh masyarakat, tidak wujud secara fisik, dan juga tidak ada badan usaha (badan hukum) sebagai subjek hukum seperti syirkah pada umumnya. Syirkah muhashah disebut dengan syirkah temporal (syirkah waqtiyyah) seperti lelang atau jaul-beli yang menggunakan jasa pihak ketiga (Samsarah) guna memperoleh laba bersih secara cepat dan seketika setelah penjualan atau lelang berlangsung. Hal yang konkret bahwa salah satu syarik mewakili syarik lainnya (bertindak hukum atas nama syarik lainnya), pada saat itulah syirkah berlangsung dan tidak ada badan usaha syirkah.[18]
Syirkah muhashah pada umumnya dibolehkan oleh ulama karena dianggap merupakan pengembangan dari akad syirkah ‘inan yang didalamnya tidak terdapat syarat kesamaan modal dan keterampilan yang disyirkahkan, tidak tergantung jaminan (dhaman), dan tanggungan (kafalah), tetapi termasuk bagian dari akad mu’awadhat (bisnis), keuntungan dibagi sesuai kesepakatan, sementara kerugian dibebankan berdasarkan jumlah modal (proposional).[19]
Adapun dari segi sifatnya, syirkah muhashah juga dianggap pengemnbangan dari syirkah ‘inan apabila masing-masing bagian harta atau keterampilan atau keahlian yang dijadikan modal syirkah sebagai milik bersama. Syirkah muhashah juga dianggap sebagai pengembangan dari syirkah ‘inan dan mudharabah apabila masing-masing syarik menjaga modalnya masing-masing tapi praktiknya modal tersebut diserahkan pada salah satu syarik untuk diusahakan (dijadikan modal usaha) demi kemaslahatan bersama, keuntungan dibagi berdasarkan ksepakatan, sementara kerugian dibagi secara proposional. Penyerahan harta (guna dijadikan modal) dari syarik yang satu terhadap syarik yang lain (yang tidka menyertakan modal, bisa disebut juga sebagai mudharib) dianggap sama dengan mudharabah (syirkah mudharabah).[20]
b.      Syirkah amwal (kongsi harta)
1)      Syirkah musahamah
a)      Pengertian dan karakteristik
Karakter syirkah musahamah berdasarkan pada kitab al-Ma’ayir al-Syari’ah (2010 M) yang disusun oleh Rafiq Yunus al-Mishri (Universitas Malik Abd al-Aziz di Jeddah) dan Abdullah Ibn Sulaiman al-Mani’ (hakim di Makah al-Mukaramah). Rafiq Yunus al-Mishri menegaskan bahwa syirkah musahamah merupakan konsep syirkah amwal. Lalu dijelaskan pula pada bagian berikutnya dijelaskan bahwa syirkah musahamah tidak dihitung (dihargai) berdasarkan jumlah subjek hukum (syarik), seperti dalam konsep syirkah yang berlaku umum, tetapi yang diperhitungkan adalah jumlah peneyertaan modal yang dinyatakan dalam saham, karena para pemegang saham bisa jadi tidak saling mengenal, oleh karena itu syirkah muhasamah tidak berakhir karena beberapa hal[21], yakni:
(1)   Keluar atau masuknya pemegang saham (dengan cara menjaul dan membeli saham di pasar modal)
(2)   Meninggalnya pemegang saham
(3)   Penyertaan dari pihak yang berwenang bahwa pemegang saham berada dibawah pengampuan karena tidak cakap hukum
Syirkah musahamah adalah penyertaan modal usaha yang dihitung dengan jumlah lembar saham (bukan nilai nominal) yang diperdagangkan di pasar modal sehingga pemiliknya dapat berganti-ganti dengan mudah dan cepat. Denagn penjelasan ini, al-Mishri menegaskan juga bahwa pertanggungjawaban pemegang saham dengan jumlah saham yang dimiliki, keuntungan dan kerugian yang diterima oleh pemegang saham sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki. Syirkah musahamah bermanfaat bagi pengembangan bisnis karena saham disebar dalam jumlah yang besar, modal syarik tidak berubah karena keluarnya pemegang saham lama (dengan cara jual) atau masuknya pemegang saham baru (dengan cara membeli).[22]
Ulama berebeda pendapat tentang hukum syirkah musahamah. Pertama, ada ulama yang berpendapat bahwa syirkah musahamah tidak dibolehkan, karena terjadi alihan dari individu syarik ke dalam jumlah kepemilikan saham dalam hal menentukan arah perusahaan termasuk menentukan pihak pengelolan atau direksi atau istilah lainnya yang berlaku di lembaga-lembaga bisnis. Jumlah syarik sebagai pemilik saham tidak dapat menentukan arah perusahaan yang berbasis syirkah musahamah, tetapi yang menentukan adalah pemegang saham mayoritas. Disamping itu, ulama yang tidak membolehkan dilakukannya akad syirkah musahamah mengenyampingkan aspek ridha (rela), padahal aspek ridha adalah aspek penting dalam ber syirkah.[23] Kedua, ada juga ulama yang berpendapat bahwa syirkah musahamah boleh (ja’iz) dilakukan dengan syarat kegiatan usaha yang dilakukannya tidak mencakup:
(1)   Objek yang haram seperti khamr (minuman beralkohol) dab babi
(2)   Cara usaha yang diharamkan seperti usaha yang ribawi dan judi.
Alasannya adalah kaidah fikih yang menyatakan bahwa al-ashl fi al-asyya’ al-ibahah (hukum asal dalam muamalah adalah ibahah), dan al-muslimun ‘ala syuruthihim (umat Islam terikat dengan akad yang telah disepakatinya).[24]
b)      Perputaran saham
Ulama membolehkan syirkah musahamah menentukan bahwa perpindahan kepemilikan saham harus tunduk pada dhawabith (kriteria) berikut[25]:
(1)   Apabila harta yang disyirkahkan berupa modal yang dinilai denagn uang secara tunai, maka perpindahan kepemilikan saham dilakukan denagn akad sharf (pertukaran uang). Perpindahan kepemilikan saham tersebut boleh dilakukan secara tunai (tidak boleh dilakukan dengan cara tangguh) dan keuntungannya boleh diterima.
(2)   Apabila harta yang disyirkahkan berupa utang, maka hukum yang berlaku adalah hukum utang, yaitu utang tidak boleh dipindahtangankan dengan cara dijual, karena menjual piutang dilarang oleh syariah
(3)   Apabila modal yang disyirkahkan berupa barang dagangan atau manfaat, maka tidak ada halangan untuk memindahtangankan dengan cara dijual, dan keuntungannya boleh diterima secara tunai (tidak boleh dengan cara tangguh)
(4)   Apabila modal yang disyirkahkan berupa barang dagangan, manfaat, uang, dan utang yang disatukan, maka yang dijadikan dasar hukum adalah hukum barang dagangan dan manfaat, yaitu boleh dipindahtangankan dengan cara dijual, dan keuntungannya boleh diterima secara tunai.
2)      Syirkah taushiyah bi al-asham
Syirkah taushiah bi al-assham mirip dengan syirkah taushiah basuthah yang terdiri atas unsur mutadhamin dan mushi. Dalam syirkah taushiah bi al-assham terdapat unsur musahim (unsur mushi dalam syirkah taushian basithah). Mutadhamin adalah phak yang menyertakan modal usaha (yang dikonversi ke dalam bentuk saham) serta bertanggung jawab atas pengelolaan badan usaha (pihak manajemen), pihak mutadhaminlah yang merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, dan mengontrol badan usaha, sehingga mereka bertindak atas nama dan untuk badan usaha serta bertanggung jwab untuk menunaikan kewajiban-kewajiban badan usaha. Sedangkan musahim adalah pihak yang menyertakan harta untuk dijadikan modal (dalam bentuk saham) badan usaha yang tidak bertanggung jawab atas manajemen badan usaha dan juga tidak dibebani kewajiban-kewajiban badan usaha, kecuali laba rugi badan usaha pada akhir tahun buku yang menghasilkan deviden (secara proposional). Hukum syirkah ini adalah boleh (ja’iz), karena dianggap sebagai pengembanagan dari syirkah ‘inan yang didalamnya terkandung akad dhamanah dan kafalah. Mutadhamin bebas melakukan usaha apa saja guna menjalankan badan usaha berdasarkan izin para syarik yang lain, disamping itu mutadhamin dalam menjalankan usaha tunduk pada hukum syirkah mudharabah, dan dalam syirkah taushiah bi al-assham dibolehkannya adanya saham preferen (saham yang pemiliknya berhak didahulukan untuk mendapatkan deviden atau bagian kekayaan dalam hal perusahaan dilikuidasi), tetapi pemegang saham preferen tidak memiliki hak suara dalam RUPS.[26]
3)      Syirkah mas’uliyah al-mahdudah
Syirkah mas’uliyah al-mahdudah (kongsi pertanggungjawaban terbatas) adalah perkongsian bisnis mirip denagn syirkah amwal. Dalam Syirkah mas’uliyah al-mahdudah tidak ada badan usaha perkongsian, dan dalam peraturan perundang-undangan ditetapkan bahwa jumlah syarik yang berkongsi tidak lebih dari 50 syarik. Setiap syarik bertanggung jawab sesuai dengan jumlah saham yang dimiliki, oleh karena itu syirkah Syirkah mas’uliyah al-mahdudah merupakan gabungan natara syirkah amwal dan syirkah abdan. Syirkah mas’uliyah al-mahdudah dianggap pengembangan dari syirkah amwal karena pertanggungjawaban syarik terbatas, yaitu sesuai dengan porsi modal (jumlah saham) yang dimiliki. Apabila kepemilikan saham berpindah pada ahli warisnya, sementara pengelolaan syirkah nya mirip dengan syirkah musahamah, maka pihak pemegan saham dibolehkan menunjuk (menetapkan) manajer perusahaan baik yang berasal dari kalangan pemegang saham ataupun bukan, dan manajer berhak mendapatkan upah (ujrah) atau pendapatan yang ditentukan secara dinamis yang berupa prosentasi keuntungan perusahaan. Apabila manajer berasal dari pemegang saham, maka syirkah tersebut termasuk pengembangan syirkah abdan (syirkah badan usaha) karena manajerberhak mendapatkan penghasilan sesuai kesepakatan (prosentase keuntungan atau syirkah irbah), bukan atas dasar saham. Modal yang dinilai dengan saham tidak dapat dipindahtangankan seperti layaknya saham di pasar modal. Hukum syirkah mas’uliyah al-mahdudah adalah boleh (ja’iz) dan dianggap sebagi pengembangan dari syirkah ‘inan. Adapun tanggung jawab syirkah mas’uliyah al-mahdudah dianggap sebagai pengembangan dari syirkah mudharabah karena tanggung jawab syarik terbatas pada kuantitas bagiannya, seperti tanggung jawab shahib al-mal (dalam akad mudharabah) terbatas pada jumlah modal yang disertakannya.[27]
c.       Syirkah Mutanaqishah
Terdapat sejumlah istilah yang berbeda yang diperkenanlkan oleh para ulama. Pertama, syirkah mutanaqishah adalah kerja sama antara para syarik (dalam hal ini bank dengan nasabah) guna membeli suatu barang, kemudian barang tersebut dijadikan modal usaha oleh nasabah untuk mendapatkan keuntungan yang akan dibagi bersama diantara bank dan nasabah disertai dengan pembelian barang modal milik bank yang dilakukan secara berangsur sehingga kepemilikan bank terhadap barang modal semakin lama semakin berkurang. Demikian akad ini dinamai dengan syarakah mutanaqishah karena memperhatikan kepemilikan bank dalam syirkah, yakni penyusutan barang modal syirkah yang dimiliki oleh bank karena dibeli oleh nasabah secara berngsur. Mutanaqishah dalam hal ini berarti penyusustan modal milik bank karena dibayar (dibeli) oleh nasabah dengan cara diangsur. Dari gambaran tersebut, apabila dilihat dari segi nasabah jumlah barang modal yanga dimiliki oleh nasabah semakin lama semakin bertambah karena membeli barang modal milik bank secara berangsurm oleh karena itu syirkah ini dari segi nasabah bukan musyarakah mutanaqishah tapi musyarakah ziyadag (zada atau ziyadah berarti bertambah). Kedua, nama lain dari  bit tamlik. Secara bahasa syirkah mutanaqishah adalah al-musyarakah-al-muntahiyyah bit tamlik adalah kerja sama antara sejumlah syarik (nasabah dengan bank) dengan menyertakan harta untuk dijadikan modal usaha, dan modal usaha syirkah tersebut kenudian dibeli oleh nasabah secara berangsur sampai waktu yang dijanjikan, kepemilikan modal bank habis (karena dibeli dengan cara angsuran), seluruh modal usaha syirkah menjadi milik nasabah, dan pada saat itulah syirkah berakhir. Demikian syirkah ini dinamakan syirkah mutanaqishah adalah al-musyarakah-al-muntahiyyah bit tamlik karena memperhatikan status kepemilikan modal usaha bersama pada waktu yang dsepakati, yaitu menjadi milik syarik (nasabah) secara penuh. Ketiga, nama lainnya adalah musyarakah muqayyadah (kerja sama terikat), karena dalam akad ini terdapat akad keterikatan yang disepakati oleh bank dana nasabah[28], yakni:
1)      Kesepakatan untuk memebeli barang modal milik bank oleh nasabah yang dilakukan secara angsur (musyarakah muqayyadah bil ba’i)
2)      Kesepakatan untuk melakukan prestasi tertentu (misalnya ijarah) yang dilakukan oleh nasabah karena harta yang dijadikan modal dalam syirkah harus menghasilkan keuntungan (musyarakah muqayyadah bil ijarah)
3)      Kesepakatan untuk memindahkan kepemilikan modal dari bank kepada nasabah karena pembelian atau pembayaran secara berangsur (musyarakah muqayyadah muntahiyyah bit tamlik atau musyarakah muqayyadah muntahiyyah bi al-ba’i)

      C.    Bentuk Organisasi Bisnis dalam Islam (Syirkah)
Syirkah sebagai salah satu sistenm bisnsi smemiliki hubungan normatif denagn hukum perusahaan yang hidup dan berkembang di Indonesia. Adapun hukum perusahaan dimaksu antara lain yakni, KUH Perdata, Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD), dan UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dalam kegiatan usaha atau bisnis terdapat unsur atau rukun yang sangat penting, yaitu pelaku usaha atau pengusaha. Usaha dapat dilakukan oleh perseoranagna atau secara bersama. Oleh karena itu dalam hukum dikenal sembilan subjek hukum, yakni Perusahaan Perseorangan, Persekutuan Perdata, Prsekutuan Firma (Fa), Persekutuan Komanditer (CV), Yayasan, Perseroan Terbatas (PT), Koperasi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Badan usaha juga dibedakan menjadi dua, yakni badan usaha yang berbadan hukum dan badan usaha yang tidak berbadan hukum. Badan usaha yang berbadan hukum terdiri dari, BUMD, BUMS (seperti  PT, koperasi, dan yayasan), BUMN (seperti Perusahaan Perseroan, Perusahaan Umum). Adapun badan usaha yang tidak berbadan hukum adalah Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma, dan Persekutuan Komanditer.[29]
1.      Perusahaan Perseorangan
Perusagaan Peroraangan merupakan bentuk Badan Usaha Milik Awasta yang paling sederhana. Yang dimaksud dengan usaha perseorangan adalah badan usaha yang pemilik dan pelaksanaannya dilakukan hanya oleh seorang sekutu tunggal. Dalam kehidupan sehari-hari bentuk usaha perseorangan paling banyak didirikan oleh masyarakat. Berbagai bentuk usaha dengan berbagai bidang atau lapangan usaha ditekuni oleh usaha perseorangan ini. Mulai dari tingkat usaha aceran misalnya toko-toko kelontongan, tempat pelayanan kecantikan bagi para pria atau wanita salon, tempat pelayanan perbaikan seperti bengkel-bengkel, dan lain hingga ke tingkat grosir dan pedagang besar. Undang – undang memang tidak mengatur secara khusus tentang usaha perseorangan. Namun demikian terhadap usaha-usaha di bidang tertentu masih memerlukan izin operasional sama seperti bentuk badan usaha lainnya seperti, izin usaha perdagangan dari departemen perdagangan, izin tempat usaha, izin industri dan lain-lain. Akan tetapi pemerintah banyak pula mengeluarkan kebijakan yang bertujuan membantu meningkatkan usaha perseorangan yang mempunyai kabanyakan bersifat ekonomi lemah ini. Berbagai kemudahan dan keringanan diberikan kepada pengusaha ekonomi lemah tersebut, mulai dari bantuan pinjaman modal, peralatan produksi hingga pemasaran dan lain-lain. [30]
Perusahaan perseorangan  biasanya berbentuk Perusahaan Dagang (PD), Usaha Dagang (UD). Adapun syarat-syarat dalam pendiarian PD yakni[31]:
a.       Izin usaha yang diajukan kepada DISPERINDAG untuk memeprolh SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan)
b.      Mengajukan SITU (Surat Izin Tempat Usaha)
c.       Mengajukan permohonan Hinder Ordinnantie (HO) yakni izin gangguan pada pemerintah darah setempat
d.      Mengajukan NPWP
e.       Mengajukan permohonan untuk mendapatkan TDP (Tanda Daftar Perusahaan) yang diterbitkan oleh DISPERINDAG Kabupaten atau Kota melalui kantor Pendaftaran Perusahaan.
Sedangkan syarat-syarat dalam pendirian Usaha Dagang yakni[32]:
a.       Fotokopi KTP para pendiri minimal dua orang
b.      Fotokopi KK penanggung jawab atau direktur
c.       Fotokopi PBB terakhir tempat usaha atau kantor apabila status kantor adalah kontrak
d.      Pasfoto penanggung jawab atau direktur ukuran 3x sebanyak dua lembar.
Dari segi persyaratan diatas, terlihat secara implisit bahwa perusahaan perseorangan di bidang perdagangan, terutama UD yaitu terdapat syarat formal yang menunjukkan syirkah. Yaitu pendiri UD minimal dua orang. Tidak terdapat mengena keharusan penyertaan modal oleh masing-masing pendiri, tetapi apabila masing-masing sendiri menyerahkan daba atau barang sebagai modal, maka syirkah yang dilakukan adalah syirkah amwal. Apabila tidak, maka termasuk syirkah abdan.[33]
2.      Persekutuan Perdata
Persekutuan Perdata diatur dalam KUH Perdata dari pasal 1618 sampai dengan pasal 1665. Persekutuan Perdata adalah perjanjian anatara dua pihak atau lebih yang mengikat diri untuk menyertakan sesuatu (imbreng) ke dalam persekutuan dengan maksud membagi keuntungan yang diperoleh karenanya. Persekutuan Perdata memiliki tiga unsur, yakni unsur persetujuan timbal balik sebagai dasar pendirian, adanya imbreng (dapat berupa uang, barang-barang layak, tenaga baik berupa fisik, ide, gagasan atau pikiran), tujuannya adalah membagi keuntungan diantara orang atau pihak yang terlibat. Persekutuan ini lebih bersifat pribadi karena dibentuk atas dasar saling percaya karena masing-masing pihak telah mengenal secara pribadi. Persekutuan Perdata didirikan atas dasar perjanjian (tidak diharuskan secara tertulis) sehingga perjanjiannya bersifat konsensual yang mulai berlaku perjanjian itu dilakukan atau sejak saat yang ditentukan dalam perjanjian.[34]
Persekutuan perdata dapat dikategorikan sebagai syirkah dari segi syarat-syarat pembentukan, hanya saja dalam persekutuan ini terdapat pilihan mengenai objek yang disertakan (imbreng) dalam mendirikan dan menjalankan persekutuan harta dan tenaga. Apabila yang disertakan hanya berupa harta, maka termasuk syirkah amwal, sedangkan apabila yang disertakan hanya tenaga ayau keahlian maka termasuk syirkah abdan.[35]
3.      Firma (Fa)
Secara etimologis Firma berarti bersama. Sedangkan secara terminologis, firma merupakan perikatan yang diadakan untuk menjalankan suatu perusahaan yang memakai nama bersama, yang mana nama besar tersebut diambil dari nama salah seorang sekutu, singkatan nama sekutu, atau nama lain yang berkaitan dengan tujuan perusahaan. Sekutu dalam persekutuan firma dibedakan menjadi sekutu yang dikecualikan dan sekutu yang tidak dikecualikan. Perebedaannya adalah terletak pada kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum atas nama persekutuan. Dalam persekutuan firma terdapat kewajiban (tanggung jawab) dan hak (pembagian keuntungan dann kerugian). Persekutuan firma pada intinya adalah persekutuan kerja (firmant). Pernyataan ini menunjukkan bahwa persekutuan firma identik dengan syirkah abdan atau syirkah a’mal. Tetapi, apabila memperhatikan ketentuan yang terdapat dalam KUHD Pasal 16 yang ditetapkan bahwa “skutu yang tidak menyertakan modal (hanya menyertakan tenaga), maka akan memeperoleh bagian laba rugi sama dengan sekutu yang menyertakan modal dengan jumlah kecil”, maka secara implisit terlihat bahwa modal yang disertakan dalm firma bukan hanya persekutuan kerja, tetapi termasuk harta, oleh karena itu persekutuan firma dapat diidentikkan dengan syirkah amwal. Dengan kaidah li al-aktsar hukm ak-kull dan al-‘ibrah li al-ghalabah yang artinya yang layak dipertimbangkan secara hukum adalah objek yang dominan, maka tampak bahwa yang dominan dalam persekutuan firma adalah persekutuan kerja yang berarti lebih tepat dikelompokkan sebagai syirkah abdan. Dari segi perkembangan akad syirkah yang tergolong baru, firma dapat dinyatakan sebagai syirkah tadhamun, karena unsur utama dalam syirkah tadhamunadalah tanggung jawab (dhmanah).[36]
4.      Persekutuan Komanditer (CV)
Perseroan Komanditer adalah suatu kerja sama usaha antara dua pihak, dimana pihak pertama disebut anggota bertindak selaku pemimpin uasaha yang bertanggung jawab penuh dengan kekayaan pribadinya, dengan pihak lainnya disebut anggota komanditer yang turut menanam modalnya tapi tidak ikut memimpin perusahaan dan bertanggung jawab terbatas modal yang tertanam saja baik berupa uang maupun barang dan lain-lain sebagainya. Selain itu, Reidjrachman Ranu Pandojo dkk, menggolong-golongkan para anggota perseroan komanditer tersebut, sebagai berikut[37]:
a.       Sekutu umum (general partner), yaitu pemilik yang mempunyai tanggung jawab yang terbatas. Umumnya sangat aktif dalam manajemen.
b.      Sekutu terbatas (limited partner), yang memiliki tanggung jawab terbatas dan juga aktif dalam manajemen.
c.       Sekutu diam meliputi silent partner, secret partner, dormant atau sleeping partner dan nominal partner.
d.      Senior dan junior partner, sekutu senior ialah sekutu yang sudah lama bekerja dalam badan usaha dengan investasi yang relative banyak. Sekutu junior adalah sekutu yang masih muda yaitu yang belum lama di badan usaha tersebut.
Lebih lanjut, Sudaryat menjelaskan bahwa dalam CV terdapat dua sekutu, yakni sekutu komanditer (yang hanya mengikutsertakan uang atau barang, atau tenaga kedalam persekutuan), dan persekutuan komplementer (yakni sekutu yang tidak hanya menyetorkan uang atau barang, atau tenaga kedalam persekutuan, tetapi juga mengurus atau mengelola perusahaan).[38]
Persekutuan Komanditer dilihat dari segi konsep syirkah mengandung dua unsur yang disertakan ke dalam perusahaan. Sejumlaha sekutu atau syarik menyertakan modal dan keahlian atau keterampilan ke dalam perusahaan, maka termasuk syirkah amwal dan syirkah abdan. Disisi lain terdapat syarik yang hanya menyertakan modal uang dan barang sebagai modal perusahaan tanpa ikut serta memimpin atau menyelenggarakan perusahaan, syirkah yang dilakukannya mirip dengan mudharabah musytakarah. Dilihat dari segi konsep syirkah kontemporer, identik dengan syirkah taushiyah basithah, yaitu akad syirkah mutadhamin (pihak yang menyertakan modal usaha serta bertanggung jawab atas penngelolaan badan usaha) dan mushi (pihak yang menyertakan harta untuk dijadikan modal badan usaha yang tidakk bertanggung jawab atas manajemen badan usaha dan juga tidak dibebani kewajiban-kewahiban badan usaha.[39]
5.      Perseroan Terbatas (PT)
Perseroan terbatas, atau disingkat P.T adalah bentuk badan usaha yang merupakan persekutuan dengan modal pemiliknya (disebut persero) yang terbagi dalam bentuk lembaran-lembaran saham dan dengan itu besarnya tanggung jawab mereka hanya sebatas jumlah modal yang disetorkan atau jumlah lembaran saham yang dimiliki. Saham adalah surat ikut serta di dalam organisasi perusahaan badan usaha, atau merupakan surat tanda pemilikkan. Dari pengertian itu tegas dinyatakan bahwa diadakan pemisahan antara kekayaan atau hutang pribadi pemiliknya (para persero) dengan harta atau hutang perusahaannya. Dengan demikian ada perbatasan tanggung jawab dari para sekutu atau persero. Tanggung jawab tersebut yaitu dalam jumlah yang tersebut dalam saham atau saham itu. Dilihat dari jenisnya, Perseroan Terbatas dapat dibedakan menjadi beberapa yakni[40]:
a.       Perseroan Terbatas Tertutup, adalah suatu perseroan terbatas dengan pemilikan saham – saham berada pada orang tertentu saja yang biasanya suatu keluarga atau teman dekat, sehingga saham perseroan ini tidak diperjual belikan di Bursa Efek.
b.      Perseroan Terbatas Terbuka, adalah suatu perseroan terbatas dengan system kepemilikkan saham menyatakan siapa saja (umum).[41]
c.       Perseroan Terbatas Kosong, yakni PT yang sudah tidak lagi menjalankan kegiatannya, tinggal namanya saja. PT Kosong terjadi karena tidak dapat melunasi utang-utangnya tanpa harus menjual semua sahamnya
d.      Perusahaan Terbatas Asing, yakni PT yang didirikan di negara lain yang berkedudukan di negara tersebut dan tunduk pada hukum negaranya.[42]
Dilihat dari negara sebagai pemilik saham mayoritasnya, dibedakan menjadi dua[43], yakni:
a.       Perusahaan Terbatas Negara (PERSERO),
b.      Perusahaan Negara Umum (PERUM)
Perseroan terbatas dari segi konsep syirkah kontemprer disebut syirkah musahamah. Sedangkan lebih khusus pada PT Terbuka secara konseptual berhubungan dengan syirkah mas’iliyah mahdudah, karena terdapat kriteria mengenai jumlah pemilik saham dari perseroan yang bersangkutan.[44]
6.      Perusahaan Daerah (PD)
PD adalah perusahaan yang modal atau sahamnya dimiliki oleh pemerintah daerah dan kekayaan perusahaan dipisahkan dari kekayaan negara. Tujuan PD adalah mncari keuntungan yang kemudian digunakan untuk pembanguan daerahnya. Kepengurusan PD diserahkan kepada Gubernur atau kepala daerah sesuai dengan Surat Keputusan MENDAGRI No. 18 tahun 1969. Secara implisist, modal hanya dimiliki oleh negara atau daerah dan tidak diinformasikan meneganai penyertaan dana dari pihak swasta atau pihak lain, karena itu konsep awal PD miri denagn perusahaan peroranagn, tetapi dalam perkembangannya PD terkadang juga berkembang dan diubah menjadi Perseroat Terbatas seperti PT BPD Bank Jabar Banten. Maka terbukalah peluang secara konsep praktik  untuk dikongsikan atau syirkah musahamah dari segi modal.[45]
7.      Koperasi
Istilah koperasi berasal dari dua suku kata yaitu co dan operation, Co berarti bersama dan operation berarti pekerjaan, sehingga kalau digabung menjadi cooperation atau koperasi berarti pekerjaan hersama, atau bersama-sama bekerja untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Undang-Undang (UU No. 12 Tahun 1967), yang dimaksud dengan Koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi rakyat yang ber-watak sosial beranggotakan orang-orang atau badan-badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. Sesuai Undang-Undang tersebut, koperasi Indonesia mempunyai empat fungsi,[46] yaitu :
a.       Alat perjuangan ekonomi untuk mempertinggi kesejahteraan rak­yat
b.      Alat pendemokrasian ekonomi social.
c.       Sebagai salah satu urat nadi perekonomian Indonesia
d.      Alat pembina fnsan masyarakat untuk memperkokoh kedudukan ekonomi bangsa Indonesia serta bersatudalam mengatasi tata laksana perekonomian rakyat.
Untuk dapat mendirikan sebuah koperasi, maka harus ada sedikitnya 20 (duapuluh) orang dan masing-masing orang harus memenuhi tiga syarat menurut pasal 14, UU No. 12 Tahun 1967. Ketiga syarat itu ada­lah[47] :
a.       Mampu untuk melaksanakan tindakan hukum
b.      Menerima landasan idiel, asas dan sendi dasar koperasi.
c.       Sanggup dan bersedia melakukan kewajiban-kewajiban dan hak sebagai anggota koperasi.
Nilai-nilai yang terkandung dalam koperasi adalah[48]:
a.       Berasaskan kekeluargaan (gotong royong)
b.      Bertujuan mengemabngkan kesejahteraan anggota
c.       Keanggotaan koperasi bersifat sukarela
d.      Pembagian hasil usaha didasarkan atas keseimbanagn jasa
e.       Kekuasaan tertinggi dalam kehidupan koperasi berada di tangan rapat anggota
f.       Berusaha untuk mendidik anggotanya ke arah kesadaran koperasi
g.      Berusaha menyelenggarakan usaha dalam bidang ekonomi bisnis
h.      Berusaha mewajibkan dan mendorong anggotanya untuk menyimpan dana secara teratur.
Dari segi proses pendiriannya termasuk syirkah amwal, dari segi pengelolaan, koperasi dapat dikelompokkan sebagai syirkah taushiyah bashithah (mutadhamin dan mushi), dilihat dari kesewenangan untuk mengangkat pengelola aatu manajemen, koperasi elbih dekat dengan konsep syirkah abdan.[49]
8.      Bentuk-bentuk perusahaan lain[50]
a.       Joint Venture (Patungan)
Adalah perusagaan yang didirikan atas kerjasama beberapaperusahaan yang berasal dari beberapa negara untuk melakuakn kegiatan bisnis guna memperoleh keuntungan. Dalam UU No. 1 tahun 1967, perusahaan patungan harus berbentuk PT, modalnya berupa saham dari para pendiri dengan perbandingan tertentu dan resiko ditanggung bersama antara masing-masing partner. Demikian, perusahaan patungan sama dengan syirkah musahamah.
b.      Trust
Ialah penggabungan beberapa perusahaan (merger) dan masing-masing perusahaan meleburkan diri atau fusi sehingga menjadi perusahaan yang kuat. Seluruh kekayaan perusahaan lam dipindahkan ke perusahaan baru, dan trust dapat mengeluarkan saham atau obligasi. Tanggung jawab pengurus adalah sebatas modal yang disertakan atau ditanam, pengurus dapat berganti-ganti dan sahamnya dapat dipindahytangankan. Pada prinsipnya trust termasuk syirkah, karena substansi syirkah adalah penggabunganharta (syirkah amwal), penggabungan keahlian (syirkah abdan), penggabungan harta dan keahlian (syirkah mudharabah), dan syirkah reputasi (syirkah wujuh).[51]
c.       Sindikat
Ialah suatu kerja sama antara beberapa pihak untuk melaksanakan proyek khusus yang didasarkan pada suatu perjanjain. Perjanjian sindikat menetapkan tentang keanggotaan sindikat dan cara-caramendapatkan laba atas menanggung kerugian, disesuaikan denagn jumlah dana yang mereka sertakan. Secara konseptual, sindikat mirip dengan syirkah muhashah.[52]
d.      Yayasan
Dalam UU No. 18 tahun 2001 dijelaskan bahwa yayasan adalah badn hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dn diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bdiang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mepunyai anggota. Dalam UU No. 28 tahun 2004, dinyatakan bahwa yayasan didirikan oleh satu orang atau kebih dengan memisahkan sebagian harta pendirinya, sebagai kekayaan awal. [53]
Dari segi pendiri, terlihat sebagai syirkah abdan apabila didirikanoleh dua orang atau pihak lebih, sedangkan jika diperhatikan pada definisi UU No. 28 tahun 2004, terlihat bahwa dlam yayasan juga terdapat harta yang dipisahkan dari harta pendirinya sebagai mdoal awal, apabila masing-masin pendiri memeisahkan hartanya untuk dijadikan modal wal yayasan, terlihat sperti syirkah amwal. Dilihat dari segi tujuannya bersifat sosial jadi tidak dapat dikelompokkan sebagai syirkah.[54]
e.       Franchise (Waralaba)
Ialah perjanjian anatara dua pihak menegnai pemberian izin penggunaan hak guna nama dari franchisor (pihak pemilik nama yang memeberi hak kepada franchise untuk menggunakan merek atau nama), kepada franchise (pihak yang diberi hak penggunaan nama atau merek) untuk memasarkan suatu produk atau ajsa dan melakukan bisnis yang dikembangkan oleh franchisor dengan menggunakan merek nama, merj dagang, merek jasa, keahlian khusus, dan cara melakukan bisnsi yang dimiliki oleh franchisor. Tetapi dalam usaha waralaba tidak terdapat informasi yag jelas menegenai pembagian hasil usaha yang berupa kerugian. Penjelasan hanya pada keuntungan yakni hasil bersih penjualan produk waralaba setelah dikurangi biaya produksi dan pajak, dibagi antara franchise dengan franchisor. Jadi jika dari segi kerugian tidak dijelaskan maka kurang tepat jika menjadikan akad syirkah sebagi basis usaha waralaba. [55]
f.       Perusahaan Modal Ventura
Ialah salah satu bentuk kemitraan yang kegiatan usahanya khusus bergerak di bidang penyertaan modal saham untuk membantu kalangan usaha yang mengalami kesulitan modal dari bank. Oleh karena itu PMV dapat dipastikan melakukan syirkah amwal.  Tetapi karena penyertaan modalnya dalam bentuk saham, PMV juga melakukan syirkah musahamah.[56]

      D.    Mudharabah
1.      Pengertian
Mudharabah adalah istilah Irak yang berasal dari bahasa Arab dharb, yang berarti berjalan  atau berpergian di atas bumi. Makna mudharabah lainnya  adalah bentuk organisasi bisnis yang didalamnya seseorang memberi modal kepada orang lain untuk berbisnis lalu keduanya membagi laba dengan bagian masing-masing sesuai kesepakatan. Pemberi modal disebut rabbul mal atau shahibbul mal, dan pengelola modal adalah mudharib. Jadi mudharabah adalah hubungan kontraktual yang terlaksana diantara dua pihak, yang satu memasok modal sedang yang lain dapat memasok tenaga kerja dan skill, untuk berbisnis yang nanti labanya akan dibagi berdasarkan kesepakatan mereka. Jika bisnis menderita kerugian, maka seluruh kerugian itu ditanggung oleh shahibbul mal yang memikul seluruh tanggung jawab dan tidak menuntut apapun dari mudharib, sekalipun mudharib juga menderita karena tidak mendapat apapun dari semua yang telah ia lakukan.[57]
2.      Aturan dan syarat
a.       Dua orang atau lebih, secara sukarela, memasuki kontrak. Salah satu pihak menyediakan sejumlah modal yang diperlukan oleh pihak yang satu lagi yanga akan menggunakan modal tersebut didalam bisnis untuk mendpatkan laba
b.      Bagian laba masing-masing pihak harus dijelaskan dengan terperinci dalam bentuk rasio yang pasti atau prosentase. Mskipun begitu, seluruh kerugian bisnis menjadi tanggung jawab shahibbul mal.
c.       Modal harus dinilai dengan emas atau perak, atau uang. Tidak boleh dalam bentuk komoditas ataupun dalam bentuk pembebasan utang.[58] Jumlah modal yang secara khusus telah ditentukan untuk menghindari perselisihan.[59]
d.      Pihak shahibbul mal harus memenuhi seluruh modal yang diperlukan sebelum mudharib memulai bisnisnya
e.       Jangka waktu mudharabah tidak harus  ditentukan lebih dahulu dan tidak pula dibatasi, tetapi pihak manapun dapat mengehentikannya dengan memberitahukan keinginannya itu kepada pihak lain.[60]
3.      Macam-macam mudharabah[61]
a.       Mudharabah mutlaqah, yakni penyerahan modal secara mutlak tanpa syarat dan pembatasan. Pengusaha bebas mengelola modal dengan jenis usaha apa saja yang menuutnya akan mendatangakan keuntungan dan di tempat mana saja yang dia inginkan. Kebebasan disini tidak  diartikan dengan kebebasantanpa batas, karena tetap harus memperhatikan syarat-syarat lain yang diperblehkan dalam Islam, misal ya tidak boleh membiayai proyek atau investasi yang dilarang oleh Islam. Kelalaian dan kecuranagan yang mungin terjadi dari bentuk mudharabah ini mengharuskan mudharib bertanggung jawab atas konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkannya.
b.      Mudharabah muayyadah, yakni penyerahan modal dengan syarat dan batasaan tertentu. Dalam mudharabah jenis ini, pengusaha harus mengikuti syarat-syarat dan batasan-batasan yang dibuat oleh pemilik modal, misalnya harus berdagang jenis barangtertentu, di daerah tertentu, dan membeli barang pada orang tertentu.
4.      Impelmentasi Mudharabah dalam perbankan syariah
Bank syariah merupakan lembaga keuangan, badan usaha ini biasanya berbentuk PT. Dalam beberapa produk bank syariah menggunakan prinsip mudharabah,  yakni:
a.       Tabungan dan Deposito
Mudharabah dalam akad ini adalah usaha dua pihak dimana salah satunya memberikan modal (shahibbul mal), sedangkan lainnya memebrikan keahlian (mudharib)  dengan nisbah keuntungan yang disepakati. Apabila terjadi kerugian, makapemilik modal menanggung kerugian tersebut. Pada penerapan mudharabah dalam tabungan dan deposito, nasabah bertindakselaku shahibbul mal, dan pihak bank sebagai mudharib. Nasabah dan bank harus menyepakati nisbah bagi hasil ketika pembukaan tabungan dan deposito mudharabah. Simpanan dala, tabungan dan deposito mudharabah hanya dapat ditarik setelah jangka waktu tertentu (tidak dapat ditarik sewaktu-waktu) untuk memastikan dana tersebut digunakan dalam usaha bank. Pembagian hasil menurt tradisi yang berlaku di Indonesia dilakukan pada tiap akhir bulan perbankan syariah.[62]
b.      Produk penyaluran dana (pembiayaan)
Dalam produk ini, mudharabah yang spesifik diterapkan adalah mudharabah muqayyadah yakni akad mudharabah di mana bank diminta oleh nasabah untuk menyalurkan dana pada proyek  atau nasabah tertentu. Untuk tugas ini, pihak bank dapat memperoleh fee atau porsi keuntungan yang diperoleh dari penyaluran dana ini dibagai anatara nasabah sebagai shahibbul mal dan pelaksana proyek sebagai mudharib. Dalam dunia perbankan dikenal dengan nama chanelling function, bukan excuting.[63]
5.      Impelementasi mudharabah dalam koperasi syariah (upaya pemberdayaan)
Koperasi berdasarkan prinsip syariah mulai dikenal dan dilaksanakan di Indonesia sekitartahun 1992 dengan berdirina Vaitul Maak wat Tamwil (BMT) yang dimotori pertama kalinya oleh BMT Bina Insani Kamil di Jakarta. Dalam Kempenkop No. 91.Kep/KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Kopersi Syariah dijelaskan, bahwa Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) adalah koperasi yang kegiatan usahanya bergerak di bidang pembiayaan, investasi, dan simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah).[64]
Pada saat ini, mudharabah dalam praktiknya tidak hanya dilakukan natar individu, tetapi sudah melibatkan lembaga-lembaga keunangan sebagai pihak yang berfungsi sebagi mediator. Hal ini memungkinkan aktivitas kerja sama mudharabah mengalami jangkauan usaha ataupun wilayah yang semakin luas dan jumlah modal yang berputar. Dari sisi kegiatan pembiayaan di lembaga keuanagn syariah (penyaluran dana untuk nasabah), mudharabah mempunyai peran yang penting dalam menciptakan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Prinsip berbagi keuntungan yang terdapat dalam mudharabah dan prinsip berbagi kerugian anatara mudharib (kerugian nonfinansial) dan shahibbul mal (kerugian nonfinansial) memeprlihatkan adanya beban yang harus ditanggung mudharib dan shahibbul mal bersifat proposional, seimbang, adil, bagi kedua belah pihak.  Kedepannya perlu dilakukan penelitian mengenai koperasi syariah yang berkaita dengan operasional koperasi-koperasi syariah yang terjadi di masyarkat, baik yang menyangkut penggunaan instrumen keuangan, peran, dan fungsi Dewan Pengawas Syariah (DPS), maupun pengembangan-pengembangan yang dilakukan. Hal ini bermanfaat untuk mengetahui model koperasi syariah yang tepat untuk pengembangan koperasi dan pemberdayaan anggotanya pada masa yang akan datang.[65]


[1] Anonim, “Organisasi”, https://id.m.wikipedia.org/wiki/Organisasi, diakses 30 April 2017 pukul 23.33 WIB.
[2] Anonim, “Bisnis”, https://id.m.wikipedia.org/wiki/Bisnis, diakses 30 April 2017 pukul 23.50 WIB.
[3] Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, Perkembangan Akad Musyarakah, (Jakarta: Kencana, 2012), 10.
[4] Muhammad, Etika Bisnis Islami, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2004), 78.
[5] Mustaq Ahmad, Etika Bisnis dalam Islam, Terj. Samson Rahman, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003), 119.
[6] Ibid., Mustaq Ahmad, 119.
[7] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 20.
[8] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 20.
[9] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 20.
[10] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 20.
[11] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 21-22.
[12] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 53.
[13] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 53-54.
[14] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 54.
[15] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 55.
[16] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 56-57.
[17] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 57-58.
[18] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 58-59.
[19] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 59.
[20] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 59-60.
[21] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 68-69.
[22] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 69-70
[23] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 70-71.
[24] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 71.
[25] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 71-72.
[26] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 73-74.
[27] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 75-76.
[28] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 60-62.
[29] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 121-123.
[30] Edilius dkk, Pengantar Ekonomi Perusahaan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), 109-128.
[31] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 127.
[32] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 127.
[33] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 128.
[34] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 128-129.
[35] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 134.
[36] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 136-141.
[37] Ibid., Edilius dkk., 109-128.
[38] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 141-142.
[39] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 142-143.
[40] Ibid., Edilius dkk., 109-128.
[41] Ibid., Edilius dkk., 109-128.
[42] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 144-145.
[43] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 145.
[44] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 147-148.
[45] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 148-149.
[46] Manullang, Pengantar Ekonomi Perusahaan, (Yogyakarta: Liberty, 1991), 30-31.
[47] Ibid., Manullang 31.
[48] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 149-150.
[49] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 151.
[50] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 152-162.
[51] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 153.
[52] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 154.
[53] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 155.
[54] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 156.
[55] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 158-160.
[56] Ibid., Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, 161-162.
[57] Muhammad Sharif Chaudry, SISTEM EKONOMI ISLAM: Prinsip Dasar, (Jakarta: Kencana, 2012), 209.
[58] Ibid., Muhammad Sharif Chaudry, 211.
[59] Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga, Terj. Muhammad Ufuqul Mubin, Nurul Huda, dan Ahmad Sahidah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 93.
[60] Ibid., Muhammad Sharif Chaudry, 211.
[61] Neneng Nurhasanah, MUDHARABAH dalam Teori dan Praktik, (Bandung: Refika Aditama, 2015), 77-78
[62] Ibid., Neneng Nurhasanah, 103.
[63] Ibid., Neneng Nurhasanah, 103.
[64] Ibid., Neneng Nurhasanah, 192.
[65] Ibid., Neneng Nurhasanah, 194-195.
Next
This is the most recent post.
Older Post

0 comments:

Post a Comment